Selasa, 10 Maret 2009

Kambing Jantan: Mengundang Senyum, Belum Tawa


Film Indonesia nampaknya sudah benar-benar menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Kejayaan film-film Indonesia yang sukses dibuat berdasarkan novel seperti pada tahun 70-an da 80-an, sepertinya mulai kembali saat ini. Setelah Ayat-ayat Cinta, Cinta Bertasbih dan lainnya, kini giliran “KambingJantan”. Film KambingJantan (KJ) bukan cerita fabel, walaupun disini ada kambing dan kerbau (kebo). KJ merupakan sebuah film yang diadaptasi dari salah satu blog terlaris di jagat maya tanah air, konon blog ini di kunjungi lebih dari 4000 kali setiap harinya, yang bernama sama (kambingjantan.com) dan juga sudah dibukukan, yang ditulis oleh Raditya Dika Nasution. Inilah film Indonesia pertama yang dibuat berdasarkan blog. Kesuksesan blog dan buku tersebutlah yang tentunya juga diinginkan dari film ini.

Film ini menceritakan pengalaman keseharian dari penulisnya, terutama hubungan cinta jarak jauh antara Dika (diperankan sendiri oleh penulisnya Raditya Dika) yang tidak tahu bagaimana asal muasalnya kemudian dipanggil teman-temannya dengan Kambing, dengan kekasihnya yang memiliki panggilan ‘sayang’ Kebo (Herfiza Novianti), yang terpaksa dilakukan, karena Dika ‘harus mengikuti’ kemauan ibunya untuk berkuliah finance di Adelaide, Australia selepas SMA. Romantika hubungan jarak jauh dengan pacarnya termasuk kehabisan uang saku akibat hubungan jarak jauh tersebut dan ketidaktertarikannya dalam mengikuti kuliah di Australia adalah inti cerita dari film ini.

Sebagai film dengan genre komedi, kelucuan dalam film ini dibangun melalui dialog-dialog lucu diantara para pemainya.lumayan cukup berhasil, walaupun terkadang kurang dapat diterima akal sehat, sepert kejadian ketika sang ayah (Pong Hardjatmo) yang membawa sang ibu untuk melahirkan di sebuah praktek dokter hewan (?), berlebihan apabila ini sampai benar-benar terjadi dalam dunia nyata (ingat, film ini berdasarkan kejadian nyata sang penulis). Dialog-dialog lucu antar pemain merupakan kekuatan film ini, jadi jangan harap ada komedi slapstick seperti yang biasanya dilakukan dalam film komedi Indonesia. Disamping sebagai kekuatan, dialog-dialog dalam film ini jugalah yang membuat film ini menjadi sedikit menjemukan.

Selebihnya, adegan-adegan dalam KJ merupakan potongan-potongan cerita yang masing-masing dapat berdiri sendiri. Adegan-agedan mengenai penjelasan istilah LDR (Long Distance Relationship) yang dibuat panjang lebar, menjadi tidak bermakna apa-apa, karena dalam adegan-adegan selanjutnya, istilah LDR sendiri bahkan tidak pernah disebut-sebut lagi. Ada beberapa adegan yang cukup menganggu, seperti adegan perkuliahan di dalam kelas yang mirip dengan kelas di sebuah play group, dimana para mahasiswa duduk mengelilingi sebuah meja besar, dengan satu orang dosen perempuan bergaya tentara yang mengajar finance dan juga robotic?, atau tidak ada penjelasan, mengapa Dika yang saat itu baru saja menerima pembayaran royalti bukunya yang menjadi best seller, tidak dapat memenuhi permintaan Kebo untuk pulang ke Indonesia sebagai kado ulang tahunnya, padahal di adegan sebelumnya, Dika yang saat itu sedang kesulitan keuangan yang berat di Australia karena orang tuanya hanya memberi uang untuk membayar kuliah dan apartemen saja, justru gampang sekali memutuskan untuk pulang menemui Kebo, hanya untuk menjelaskan kepada Kebo mengenai hubungannya dengan Ine (Sarah Shafitri),

Selain Dika, Kebo dan Ine, tokoh-tokoh lain dalam film ini hanyalah tempelan belaka. Hubungan yang unik antara Dika dengan adik-adiknya terutama Edgar, adik bungsunya (diperankan sendiri oleh Edgar), yang selama ini menjadi kekuatan KJ baik di blog maupun di bukunya, sama sekali tidak terakomodasi dalam film ini. Hal yang patut menjadi catatan dari film ini hanyalah penampilan Edric ‘Extravaganza’ Tjandra yang cukup meyakinkan sebagai Hariyanto, mahasiswa asal Kediri (Jawa Timur) yang menjadi teman dekat Dika di Adelaide.

Lepas dari berhasil atau tidaknya film ini menandingi kesuksesan blog dan bukunya, nampaknya film KJ akan segera membangkitkan sineas-sineas Indonesia lain mencari blog-blog untuk difilmkan, dan untuk itu, Rudi Soedjarwo, sebagai sutradara KJ, nampaknya telah menyiapkan ‘jembatan’ di akhir film, yang memungkinkan KJ dibuat sekuelnya dimasa mendatang. Terakhir, sebagai hiburan, KJ cukup layak untuk ditonton, walaupun sebagai film komedi, KJ baru pada taraf mengundang (banyak) senyum, belum tawa.

1 komentar:

Terima kasih atas komentar anda