Senin, 15 Juni 2009

Ketika Golput Menjadi Hak


Pak Fadjroel Rachman (FR), teman saya di fisbuk, seorang aktivis yang sempat mencalonkan diri sebagai presiden dari jalur independen, gencar sekali mengkampayekan golput pada pilpres 2009. Alasan detailnya saya tidak tahu, namun sepertinya karena beliau menganggap capres (dan cawapres) pada pilpres 2009 ini tidak ada satupun yang 'bersih' dari kasus HAM.

Sedikit berbeda dengan pak FR, teman baik saya, Haryo, juga seorang golput, saya menjulukinya golput sejati, karena sepengetahuan saya, beliau pada setiap pemilu selalu golput, bahkan pada pilpres tahun 2004 lalu, golput-nya Haryo ini 'menulari' saya. Keputusan golput saya saat itu (2004) akhirnya menjadi sesuatu yang saya sesali saat ini.

Pemilu legislatif 2009 lalu, menurut para pengamat, adalah pemilu terburuk dalam sejarah negeri ini. Banyak hal yang seharusnya tidak terjadi, misal dari dugaan 'keperpihakan' KPU terhadap salah satu kontestan, tabulasi nasional yang amburadul, dan lia-lain, sampai 'penghilangan' hak pilih jutaan pemilih karena kisruhnya daftar pemilih tetap (DPT) di banyak daerah.

Urusan DPT memang sangat ajaib, kebetulan saya mengalaminya sendiri. Namun saya hanya dapat berpikir, jika saya yang tinggal di Jakarta saja, yang merupakan ibukota negara, mengalami hal seperti ini, bagaimana pemilih yang tinggal jauh di pelosok sana?. Tidak tercantumnya nama kita dalam DPT, menghadirkan perasaan yang tidak karuan, karena hak kita untuk memilih seolah dirampas paksa, dan yang lebih menyedihkan dari tidak adanya hak pilih kita adalah perasaan tersisih, seperti bukan apa-apa, karena berarti negara tidak menganggap keberadaan kita, sebagai warga negara.

Oleh karena itu tidak mengherankan apabila jutaan orang yang 'kehilangan hak pilih' melakukan segala upaya untuk memperjuangkan memulihkan kembali hak pilihnya dalam pemilu, sebuah ironi apabila disisi lain, orang-orang seperti pak FR dan teman saya, Haryo, justru memilih untuk 'menghilangkan' hak pilih yang dimilikinya.

Ya...itulah demokrasi, suka tidak suka, mau tidak mau, kita sudah masuk ke dalamnya.

1 komentar:

  1. wah tersanjung... nama saya masuk sebagai tendensi anda ikut bergolput... btw saya setuju untuk tidak golput 2009 ini. saya pilih JK sama seperti yang anda paparkan pada artikel yang lain. selain yang anda paparkan alasan pilih JK adalah saya sangat yakin beliau kalah, maka saya memilihnya. kekalahan beliau menjadi tolok ukur saya untuk mengatakan "I told you!!" pada yang milih SBY kelak. karena SBY ini rentan pada keputusan2 strategis pasca berdampingan dengan budiyono... semoga (konotasi negatif) sukses SBY-Boediyono...

    BalasHapus

Terima kasih atas komentar anda