Selasa, 19 Mei 2009

Sertifikasi Perusahaan (Konstruksi) Ekonomi Biaya Tinggi?


Setelah sekian lama tidak terlibat dalam bidang konstruksi secara langsung, saya sangat terkejut dengan begitu berlikunya proses mendapatkan SIUJK (Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi) untuk perusahaan konstruksi yang baru dibuat oleh holding company tempat saya bekerja.

SIUJK nilainya setara dengan TDP pada perusahaan non-konstruksi, yang memungkinkan sebuah perusahaan konstruksi mengikuti tender baik proyek Pemerintah maupun swasta yang tentu saja disesuaikan dengan grade dari perusahaan. Sebelum mendapatkan SIUJK, perusahaan diwajibkan memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU) yang dikeluarkan oleh asosiasi perusahaan (konstruksi) dimana perusahaan bergabung menjadi anggotanya.


Selain perusahaannya, penanggung jawab perusahaan diharuskan memiliki SKT (Sertifikat Ketrampilan Teknik) atau SKA (Sertifikat Keahlian). SKT/SKA ini sebelum ada LPJKN (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional), sering disebut sebagai SIPB (Surat Izin Perencana Bangunan) untuk konsultan. Proses sertifikasinya mirip dengan sertifikasi perusahaan, yaitu orang yang bersangkutan diwajibkan bergabung dengan salah satu asosiasi profesi sesuai dengan kebutuhan seperti menjadi perencana (konsultan), pelaksana (kontraktor) atau pengawas (manajemen konstruksi - MK). Setelah itu barulah dilakukan assesment sesuai dengan pengalaman, untuk nantinya dikatagorikan sebagai ahli muda, ahli madya atau ahli utama.

Demi kemajuan bangsa dan industri jasa konstruksi nasional, saya setuju dengan sertifikasi seperti ini, yang perlu kita cermati adalah jangan sampai biaya-biaya yang sudah dikeluarkan untuk sertifikasi (yang tidak dapat dikatakan murah ini), akhirnya akan menjadi beban dan menciptakan ekonomi biaya tinggi bagi perusahaan-perusahaan. Apalagi kemudian menjadi 'bancak-an' bagi oknum-oknum yang berwenang untuk mengeluarkan sertifikat tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda