Rabu, 22 April 2009

Real Count KPU Abal-abal


Siapapun orang yang pernah melakukan kegiatan penelitian dengan menggunakan statistika, baik secara ilmiah maupun ‘kurang ilmiah’ atau minimal pernah melakukan kegiatan survei pasti akan makhfum apabila tabulasi Pemilu legislatif 2009 yang sedang dilakukan oleh KPU saat ini adalah sebuah lelucon belaka.

Seperti kita ketahui bersama bahwa KPU sebagai lembaga penyelenggara Pemilu melakukan real count yang disebut tabulasi nasional. Perhitungan real account sangat berbeda dengan quick count yang dilakukan oleh para lembaga survey untuk memprediksikan hasil Pemilu 2009, seperti yang telah dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI 1), Lingkaran Survei Indonesia (LSI 2), Lembaga Survei Nasional (LSN), Cirus Surveyor Group (CIRUS), LP3ES dan lain-lain.

Quick count atau sebelumnya dikenal dengan istilah Paralel Vote Tabulation, adalah cara perhitungan yang dilakukan dengan mengambil hasil dari beberapa TPS (responden) sebagai sampel, yang dipilih secara acak sedemikian rupa dan dianggap cukup untuk mewakili populasi, oleh karena itu dalam semua hasil quick count selalu disertakan nilai sampling error.


Tabulasi nasional atau real count tidak memiliki sampling error, karena memang hitungannya nyata satu per satu suara. Yang menjadi aneh sekaligus lucu adalah, spreading (penyebaran) suara real count yang bisa-bisanya kok mirip sekali dengan hasil quick count, padahal suara yang baru masuk sampai tulisan ini dibuat (21/04/09) baru 13.143.913 suara atau baru sekitar 7%dari total 171.265.442 dengan hasil sementara 1.Demokrat (20.645%), 2.Golkar (14.635%), 3.PDIP (14.087%), 4.PKS (8.153%), 5.PAN (6.242%), 6.PPP (5.244%), 7.PKB (5.16%), 8.Gerindra (4.30%), 9.Hanura (3.635%), 10.PBB (1.848%). Dari sini ada sinyalemen kuat, KPU telah melakukan 'manipulasi' perhitungan suara atau minimal 'merekayasa'nya sedemikian rupa sehingga progres perhitungan dimirip-miripkan dengan hasil akhir quick count (terutama untuk posisi 5 besar). Apabila hal ini benar, maka ini adalah jelas-jelas pelecehan terhadap ilmu pengetahuan.

2 komentar:

  1. beranikah tulisanmu ditulis di media semisal kompas gitu???

    BalasHapus
  2. sdh pak, cuma memang tidak layak muat mungkin, jadi tdk pernah dimuat opini2ku

    BalasHapus

Terima kasih atas komentar anda